Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Posted by
Adrian K Adi
on
00.49
Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial
Yang dimaksud hubungan industrial adalah “Suatu sistem hubungan yang terbentuk antara
para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur
Pengusaha, pekerja / buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai
Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” (vide
: pasal 1 angka 16 UU No. 13 Tahun 2003). Definisi demikian menggambarkan
bahwaq pelaksanaan hubungan kerja antara Pengusaha, Pekerja dan Pemerintah
harus didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Sedangkan Perselisihan Hubungan Industrial adalah
“Perbedaan pendapat yang mengakibatkan
pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha atau gabungan pengusaha
dengan pekerja / buruh atau serikat pekerja / serikat buruh karena adanya
perselisihan mengenai hak, perselisihan mengenai kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antarserikat pekerja atau serikat
buruh hanya dalam suatu perusahaan” (vide : pasal 1 angka 1 UU No. 2 Tahun
2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial)
Jenis
Perselisihan Hubungan Industrial terdapat dalam pasal 2 UU
No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial meliputi :
a.
Perselisihan Hak, yaitu “Perselisihan hak adalah perselisihan mengenai hak normatif yang sudah
ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja
bersama, atau peraturan perundang-undangan”
b.
Perselisihan kepentingan, dalam hal ini, perselisihan yang timbul akibat tidak adanya
kesepakatan mengenai pembuatan dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang
ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Perjanjian Kerja Bersama, dan Peraturan
Perusahaan ;
c.
Perselisihan pemutusan hubungan kerja, dalam
hal ini, perselisihan yang timbul akibat
tidak adanya kesesuaian menhenai PHK yang dilakukan salah satu pihak ; dan
d.
Perselisihan antarserikat pekerja / serikat
buruh hanya dalam satu perusahaan, dalam hal ini perselisihan antara Serikat Pekerja / Serikat Buruh lain hanya dalam
satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan,
pelaksanaan hak, dan kewajiban Serikat Pekerja.
Tata
Cara Penyelesaian Hubungan Industrial
A.
Penyelesaian
di Luar Pengadilan
1. Penyelesaian Bipartit
Penyelesaian
melalui perundingan Bipartit wajib diupayakan jika ada perselisihan hubungan
industrial. Perundingan Bipartit adalah perundingan antara pengusaha atau
gabungan pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja / serikat buruh atau antara
serikat pekerja / serikat buruh dan serikat pekerja / serikat buruh yang lain
dalam satu perusahaan yang berselisih. Perundingan Bipartit adalah perundingan
secara musyawarah untuk mencapai mufakat (vide : pasal 3 ayat (1) UU No. 2
Tahun 2004).
Penyelesaian
melalui perundingan Bipartit harus diselesaikan paling lama 30 hari kerja sejak
perundingan dilaksanakan. Apabila perundingan
bipartit mencapai kesepakatan maka para
pihak wajib membuat Perjanjian Bersama dan didaftarkan di kepaniteraan
Pengadilan Hubungan Industrial. Setelah didaftarkan di Pengadilan Hubungan
Industrial maka para pihak mendapat Akta Bukti Pendaftaran Perjanjian Bersama
yang merupakan bagian dari Perjanjian Kesepakatan Bersama, hal itu sebagai alat
bagi pihak yang dirugikan untuk dapat mengajukan permohonan penetapan eksekusi.
Jika dalam waktu 30 hari kerja tersebut tidak ada kesepakatan atau salah satu
pihak menolak untuk berunding maka perundingan bipartit dianggap gagal. Apabila
perundingan bipartit gagal maka salah satu pihak atau kedua belah pihak mencatatkan
hasil perselisihannya ke Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) setempat dengan
melampirkan bukti bahwa upaya perundingan bipartit telah dilakukan untuk
meminta upaya penyelesaian. Setelah menerima berkas dari para pihak, Disnaker menawarkan opsi penyelesaian
melalui konsiliasi atau melalui arbitrase. Apabila dalam 7 hari para pihak
tidak menetapkan pilihannya maka penyelesaian perselisihan diserahkan pada
mediator.
2. Penyelesaian melalui Konsiliasi
Jenis
Perselisihan yang dapat diselesaikan melalui konsiliasi antara lain : untuk
perselisihan kepentingan, perselisihan PHK atau perselisihan antar serikat
pekerja / serikat buruh dalam satu perusahaan (vide pasal 18 ayat (1) UU No. 2
Tahun 2004). Konsiliasi hanya dapat dilakukan oleh konsiliator yang wilayah
kerjanya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja. Penyelesaian konsiliasi
dilakukan melalui seorang atau beberapa orang atau badan yang disebut sebagai
konsiliator, yang menengahi pihak yang berselisih untuk menyelesaikan
perselisihannya secara damai, sertab aktif memberikan solusi penyelesaian
masalah (vide : pasal 1 angka 14). Konsiliasi berjalan dengan tahap-tahap
sebagai berikut :
a. Konsiliator
menjalankan tugasnya setelah para pihak mengajukan permintaan secara tertulis
kepada konsiliator yang ditunjuk dan disepakati oleh para pihak yang berselisih
(vide : pasal 18 ayat (2).
b. Dalam
jangka waktu paling lambat 7 hari setelah menerima permintaan penyelesaian
perselisihan secara tertulis, konsiliator harus mengadakan penelitian tentang
duduknya perkara dan selambat-lambatnya pada hari kedelapan harus sudah
dilakukan sidang konsiliasi pertama (vide : pasal 20).
c. Konsiliator
dapat memanggil saksi guna didengarkan keterangannya (vide : Pasal 21 ayat (1))
d. Apabila
Para Pihak mencapai kesepakatan, maka dibuatlah perjanjian bersama yang
disaksikan oleh Konsiliator lalu didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial
pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan perjanjian
bersama (vide : Pasal 23 ayat (1)). Pendaftaran untuk mendapatkan akta bukti
pendaftaran. Bukti pendaftaran tersebut dapat digunakan untuk mengajukan permohonan
eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di
wilayah perjanjian bersama didaftarkan untuk mendapatkan penetapan eksekusi (vide
: Pasal 23 ayat 3 huruf b)
e. Apabila
tidak terjadi kesepakatan penyelesaian melalui konsiliasi (vide : pasal 23 ayat
2), maka :
a. Konsiliasi
mengeluarkan anjuran tertulis ;
b. Anjuran
tertulis tersebut selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak menerima anjuran
tersebut sudah harus memberikan jawaban kepada konsiliator yang isinya
menyetujui atau menolak anjuran yang dibuatnya konsiliator.
c. Jika
para pihak tidak memberikan pendapatnya, mereka dianggap menolak anjuran yang
dibuat konsiliator.
d. Jika
anjuran tertulis disetujui, dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sejak
anjuran disetujui, konsiliator harus sudah selesai membantu para pihak membuat
perjanjian bersama untuk kemudian didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial
pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan perjanjian
bersama untuk mendapatkan bukti pendaftaran.
e. Jika
anjuran tertulis yang dibuat oleh
konsiliator ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka salah satu
pihak atau para pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan
Negeri setempat (vide : pasal 24).
f. Konsiliator
harus menyelesaikan tugasnya selambat-lambatnya
30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak menerima permintaan penyelesaian
perselisihan (vide : pasal 25).
3. Penyelesaian Arbitrase
Arbitrase Hubungan Industrial
yang selanjutnya disebut arbitrase adalah Penyelesaian
suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat
buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial
melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk
menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para
pihak dan bersifat final (vide : Pasal 1 angka 15). Hal ini berbeda dengan
pengertian Arbitrase pada umumnya yang diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun
1999, yang menyebutkan dalam pasal 1 angka 1 sebagai berikut “Arbitrase adalah cara penyelesaian perkara
perdata di luar peradilan umum yang didasarkan serta suatu perjanjian arbitrase
yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa”. Dengan pengertian
yang berbeda tersebut maka berlaku asas lex
specialis derogat legi generali, sehingga yang berlaku dalam penyelesaian
hubungan industrial adalah arbitrase yang diatur dalam Undang-undang No. 02
Tahun 2004 karena lebih khusus mengatur mengenai arbitrase dalam penyelesaian
hubungan industrial.
Proses
Arbitrase dibantu oleh seorang arbiter hubungan industrial, arbiter hubungan
industrial adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang
berselisih dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja untuk
memberikan putusan mengenai perselisihan kepentingan, dan perselisihan
antarserikat / serikat buruh hanya dalam satu perusahaan yang diserahkan
penyelesaian melalui arbitrase yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat
final (vide : Pasal 1 angka 16)
Tahap-tahap
penyelesaian hubungan industrial melalui arbitrase adalah :
1. Penyelesaian
gubunagn industrial melalui arbitrase dimulai sejak para pihak sepakat memilih
arbitrase sebagai upaya penyelesaian dengan dituangkan dalam perjanjian
arbitrase (vide : pasal 32 ayat 1 dan 2)
2. Setelah
menandatangani perjanjian arbitrase, para pihak berhak untuk memilih arbiter
dari daftar arbiter yang ditetapkan Menteri Tenaga Kerja. Para pihak dapat
menunjuk arbiter tunggal atau beberapa arbiter dalam jumlah ganjil yaitu 3
orang, penunjukan tersebut dilakukan secara tertulis (vide : pasal 33)
3. Arbiter
wajib menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam waktu
selambat-lambatnya 30 hari sejak ditandatanganinya perjanjian penunjukan
arbiter (pasal 40 ayat 1)
4. Arbitrase
hubungan industrial dilakukan secara tertutup, kecuali para pihak menghendaki
lain (vide : pasal 41)
5. Para
pihak dalam sidang arbitrase dapat diwakili oleh kuasanya dengan surat kuasa
khusus (vide : pasal 42)
6. Apabila
para pihak tidak hadir dalam sidang arbitrase tanpa alasan yang sah, maka saat
itu juga arbiter dapat membatalkan perjanjian penunjukan arbiter dan tugas
arbiter saat itu juga telah selesai (vide : pasal 43 ayat 1)
7. Apabila
salah satu pihak atau kuasanya tidak hadir tanpa alasan yang tidak sah walaupun
telah dipanggil secara patut, arbiter dapat memeriksa perkara dan menjatuhkan
putusan tanpa kehadiran salah satu pihak atau kuasanya (vide : pasal 43 ayat 2)
8. Penyelesaian
melalui arbitrase harus diawali dengan upaya mendamaikan para pihak (vide :
pasal 44 ayat 1)
9. Apabila
terjadi perdamaian, arbiter wajib membuat akta perdamaian yang ditandatangani
oleh para pihak dan arbiter, kemudian akta perdamaian tersebut didaftarkan ke
Pengadilan Negeri di wilayah hukum arbiter untuk mengadakan perdamaian (vide
pasal 44 ayat 2 dan 3). Setelah didaftarkan para pihak diberikan akta bukti
pendaftaran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari akta perdamaian.
Apabila akwa perdamaian tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, pihak yang
dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi di Pengadilan Hubungan Industrial
pada Pengadilan Negeri tempat akta perdamaian tersebut didaftarkan.
10. Apabila
upaya perdamaian gagal, arbiter meneruskan sidang arbitrase (vide : pasal 44
ayat 5)
11. Dalam
sidang arbitrase, para pihak diberikan kesempatan untuk menjelaskan secara
tertulis atau lisan pendirian masing-masing dan mengajukan bukti yang dianggap
perlu untuk menguatkan pendiriannya dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh
arbiter (vide : pasal 45 ayat 1)
12. Arbiter
berhak meminta kepada para pihak untuk meminta penjelasan tambahan secara
tertulis, dokumen atau bukti lainnya yang dianggap perlu dalam jangka waktu
yang ditetapkan oleh arbiter atau majelis arbiter (vide : pasal 45 ayat 2)
13. Arbiter dapat memanggil seorang atau lebih
saksi atau saksi ahli untuk dedengar keterangannya (vide pasal 46 ayat 1)
14. Kegiatan
dalam sidang arbitrase ditulis dalam berita cara oleh arbiter (vide pasal 48)
15. Putusan
arbitrase mempunyai kekuatan hukum mengikat para pihak dan merupakan putusan
yang bersifat akhir atau tetap / final
and binding (vide : pasal 51 ayat 1
16. Putusan
arbitrase harus dilaksanakan selambat-lambatnya 14 hari sejak ditetapkan (vide
: pasal 50 ayat 4)
17. Putusan
arbitrase didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
di wilayah hukum arbiter menetapkan putusan (vide : pasal 51 ayat 2)
18. Apabila
putusan arbitrase tersebut tidak dilaksanakan, maka pihak yang dirugikan dapat
mengajukan permohonan eksekusi di Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan pihak terhadap
siap putusan itu harus dijalankan agar putusan diperintahkan untuk dijalankan
(vide : pasal 51 ayat 3)
19. Putusan
arbitrase dapat diajukan Kasasi ke Mahkamah Agung dalam waktu selambat-
lambatnya 30 hari kerja sejak ditetapkannya putusan arbitrase apabila mengandung
unsur-unsur sebagai berikut (Pasal 52 ayat 1) :
1. Surat
atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan.
Diakui dan dinyatakan palsu
2. Setelah
putusan diambil dan ditemukan dokumen yang bersifat menetukan, yang
disembunyikan pihak lawan
3. Keputusan
diambil dari tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam
pemeriksaan perselisihan
4. Putusan
melampaui kekuasaan arbiter hubungan industrial
5. Putusan
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
20. Dalam
hal permohonan tersebut dikabulkan, Mahmah Agung menetapkan akibat dari
pembatalan baik seluruhnya atau sebagian putusan arbitrase (vide : pasal 52
ayat 2) ;
21. Perselisihan
hubungan industrial yang telah diselesaikan melalui arbitrase tidak dapat
diajukan kembali ke Pengadilan Hubungan Industrial (vide : pasal 53)
4. Penyelesaian melalui Mediasi
Mediasi
hubungan industrial adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar
serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah
yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral (vide : pasal 1
angka 1). Mediator hubungan industrial adalah pegawai instansi pemerintah yang
bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan yang memnuhi syarat – syarat sebagai
mediator yang ditetapkan oleh Menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan
mempunyaim kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang
berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan,
perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan perselisihan antar serikat
pekerja / serikat buruh hanya dalam satu perusahaan (vide : pasal 1 angka 12).
Penyelesaian
melalui mediasi dimulai apabila perundingan bipartit gagal, dan dalam 7 hari para pihak tidak menetapkan
pilihannya apakah akan menyelesaikan perselisihannya melalui konsiliasi ataupun
arbitrase sebagaimana yang dianjurkan dalam pasal 4 ayat 3 maka penyelesaian
perselisihan diserahkan pada mediator (vide pasal 4 ayat 4)
Tahap
penyelesaian melalui mediasi adalah sebagai berikut :
1. Mediator
harus menyelesaikan tugasnya selambat-lambatnya 30 hari sejak menerima
pelimpahan penyelesaian perselisihan.
2. Dalam
waktu 7 (tujuh) hari setelah menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan,
mediator harus sudah mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan segera
mengadakan sidang mediasi (vide : pasal 10)
3. Mediator
dapat memanggil saksi atau saksi ahli guna didengar keterangannya (pasal 11
ayat 1)
4. Apabila
mediasi mencapai kesepakatan, maka harus dibuat perjanjian bersama yang
ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator serta didaftarkan
di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum
pihak-pihak mengadakan perjanjian bersama untuk mendapatkan akta bukti
pendaftaran
5. Apabila
tidak tercapai kesepakatan, maka :
a. Mediator
mengeluarkan anjuran tertulis
b. Selambat-lambatnya
10 hari sejak menerima anjuran tersebut para pihak sudah harus memberikan
jawaban kepada mediator apakah menyetujui atau tidak menolak anjuran yang
dibuat mediator.
c. Jika
para pihak tidak memberikan pendapatnya mereka dianggap menolak anjuran
tertulis
d. Apabila
anjuran tertulis disetujui, maka dalam waktu 3 hari sejak disetujui, mediator
harus sudah selesai membantu para pihak membuat perjanjian bersama untuk
didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah
hukum pihak-pihak mengadakan perjanjian bersama untuk mendapatkan akta bukti
pendaftaran
e. Ababila
perjanjian tertulis ditolak oleh salah satu pihak maka salah satu pihak dapat
melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri setempat
B.
Penyelesaian
melalui Pengadilan Hubungan Industrial
Kompetensi
absolut pengadilan hubungan industrial diatur dalam pasal 56 Undang-undang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial adalah bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus :
1. Ditingkat
pertama mengenai perselisihan hak
2. Ditingkat
pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan
3. Ditingkat
pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja
4. Ditingkat
pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh
dalam satu perusahaan
Kompetensi
relatif pengadilan hubungan industrial diatur dalam pasal 59 Undang-undang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yaitu :
Ayat 1
Untuk pertama kali dengan undang-undang ini
dibentuk Pengadilan Hubungan Industrial pada setiap Pengadilan Negara
Kabupaten/Kota yang berada di setiap ibukota provinsi yang daerah hukumnya
meliputi provinsi yang bersangkutan
Ayat 2
Di Kabupaten/Kota terutama yang padat
industri, dengan keputusan presiden harus segera dibentuk Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.
Hakim Pengadilan Hubungan Industrial terdiri
dari Hakim Negeri yang berasal dari pengadilan negeri yang bersangkutan dan
hakim adhoc yang diangkat oleh Keputusan Presiden atas usul Mahkamah Agung yang
berasal dari latar belakang serikat pekerja dan yang berasal dari latar
belakang pengusaha.
Proses pemeriksaan di pengadilan industrial
meliputi :
1. Pengajuan
gugatan
a. Gugatan
diajukan pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya
meliputi tempat pekerja/buruh bekerja (vide : pasal 81)
b. Gugatan
oleh pekerja / buruh atas pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam
pasal 159 dan pasal 171 Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,
dapat diajukan hanya dalam waktu 1 tahun sejak diterimanya atau
diberitahukannya keputusan dari pihak pengusaha (vide : pasal 82)
c. Hakim
wajib mengembalikan gugatan yang tidak dilampiri penyelesaian melalui mediasi
atau konsiliasi, dan jika gugatan dipandang masih ada kekurangan dikembalikan
kepada Penggugat untuk disempurnakan (vide : pasal 83 ayat 1 dan 2)
d. Gugatan
yang melibatkan lebih dari satu penggugat dapat diajukan secara kolektif dengan
memberikan kuasa khusus (vide : Pasal 84)
e. Penggugat
dapat sewaktu-waktu mencabut gugatanya sebelum tergugat sudah memberikan
jawabannya, dan apabila tergugat sudah memberikan jawabannya, maka pencabutan
dikabulkan jika disetujui oleh Tergugat (vide : Pasal 85 ayat 1 dan 2)
f. Dalam
hal perselisihan hak dan atau perselisihan kepentingan diikuti dengan
perselisihan pemutusan hubungan kerja, maka pengadilan hubungan industrial
wajib memutus terlebih dahulu perkara perselisihan dan atau perselisihan
kepentingan (vide : pasal 86)
g. Serikat
pekerja / serikat buruh dan organisasi pengusaha dapat bertimdak sebagai kuasa
hukum untuk bebicara di pengadilan hubungan industrial untuk mewakili
anggotanya (vide : pasal 87)
h. Ketua
Pengadilan Negeri dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah menerima
gugatan harus sudah menetapkan majelis hakim, yang terdiri atas 1 orang hakim
sebagai ketua majelis dan 2 orang hakim ad – hoc sebagai anggota majelis yang
memeriksa dan memutus perselisihan, yang pengangkatannya masing-masing diusulkan
oleh serikat pekerja / serikat buruh dan organisasi pengusaha, termasuk
menunjuk panitera pengganti (vide : pasal 88 ayat 1, 2 dan 3)
2. Acara
Biasa (vide : pasal 89-87)
a. Selambat-lambatnya
dalam waktu 7 hari kerja sejak penetapan majelis hakim, ketua majelis harus
sudah melakukan sidang pertama (pasal 89 ayat 1)
b. Pemanggilan
untuk datang ke persidangan dilakukan secara sah apabila disampaikan dengan
surat panggilan kepada para pihak dialamat tempat tinggalnya atau ditempat
tinggal terakhirnya apabila tempat tinggalnya tidak diketahui (vide : pasal 89
ayat 2)
c. Majelis
Hakim dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk hadir di persidangan guna
diminta atau didengar keterangannya (vide : pasal 90 ayat 1)
d. Apabila
salah satu pihak atau para pihak tidak dapat menghadiri sidang tanpa alasan
yang dapat dipertanggungjawabkan, ketua majelis hakim menetapkan hari sidang
berikutnya selambat-lambatnya 7 hari kerja terhitung sejak tanggal penundaan
untuk sebanyak-banyaknya 2 kali penundaan (vide : pasal 93 ayat 1, 2 dan 3)
e. Apabila
penggugat atau kuasanya yang telah dipanggil secara sah tidak hadir dalam
sidang penundaan terakhir, maka gugatannya dianggap gugur, tetapi penggugat
berhak mengajukan gugatannya sekali lagi (vide : pasal 94 ayat 1)
f. Apabila
Tergugat atau kuasanya yang telah dipanggil secara sah tidak hadir dalam sidang
penundaan terakhir, maka majelis hakim dapat memeriksa dan memutus perselisihan
tanpa dihadiri tergugat (pasal 94 ayat 2)
g. Sidang
majelis hakim terbuka untuk umum, kecuali majelis hakim menetapkan lain (pasal
95 ayat 1)
h. Apabila
dalam persidangan pertama pihak pengusaha secara nyata terbukti tidak
melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 155 ayat 3
Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, hakim ketua sidang
harus segera menjatuhkan putusan saja, berupa perintah kepada pengusaha untuk
membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja / buruh yang
bersangkutan (vide : pasal 96 ayat 1)
i. Selama
pemeriksaan sengketa masih berlangsung dan putusan selanjutnya juga tidak
dilaksanakan oleh pengusaha, hakim ketua sidang memerintahkan sita jaminan alam
sebuah penetapan pengadilan hubungan industrial (vide : pasal 96 ayat 3)
j. Terhadap
putusan sela dan penetapan tidak dapat diajukan perlawanan dan atau tidak dapat
digunakan upaya hukum (vide :pasal 96 ayat 4)
k. Isi
putusan pengadilan hubungan industrial menetapkan kewajiban yang harus
dilakukan dan atau hak yang harus diterima oleh para pihak atau salah satu
pihak atas tiap penyelesaian perselisihan hubungan industrial (vide : pasal 97)
3. Acara
Cepat (vide : pasal 98-99)
a. Apabila
terdapat kepentingan para pihak dan atau salah satu pihak yang mendesak yang
harus disimpulkan dari alasan-alasan permohonan dari yang berkepentingan para
pihak dan atau salah satu pihak dapat memohon kepada Pengadilan Hubungan
Industrial supaya pemeriksaan sengketa dipercepat (vide : pasal 98 ayat 1).
b. Dalam
jangka waktu 7 hari kerja setelah diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1). Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan tentang
dikabulkannya atau tidak dikabulkannya permohonan tersebut (vide : pasal 98
ayat 2).
c. Terhadap
penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak digunakan upaya hukum (vide
pasal 98 ayat 3)
d. Apabila
permohonan dikabulkan, Ketua Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 7 hari kerja
setelah dikeluarkannya penetapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 98 ayat 2
menentukan majelis hakim, hari, tempat dan waktu sidang tanpa melalui prosedur pemeriksaan (pasal 99
ayat 1)
e. Tenggang
waktu untuk jawaban dan pembuktian kedua belah pihak, masing-masing ditentukan
tidak melebihi 14 hari kerja
4. Pengambilan
Putusan
a. Putusan
dibacakan oleh majelis hakim dalam sidang terbuka untuk umum (vide : pasal 101
ayat 1)
b. Majelis
hakim wajib memberikan putusan penyelesaian perselisihan hubungan industrial
selambat-lambatnya 50 hari kerja, terhitung sejak sidang pertama (vide : pasal
103)
c. Ketua
majelis hakim pengadilan hubungan industrial dapat mengeluarkan putusan yang
dapat dilaksanakan lebih dahulu, meskipun putusannya diajukan perlawanan atau
kasasi (vide : pasal 108)
d. Putusan
pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri mengenai kepentingan dan perselisihan antar pekerja/serikat pekerja
buruh dalam satu perusahaan merupakan
putusan akhir dan bersifat tetap (vide :pasal 109)
e. Putusan
pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri mengenai perselisihan hak dan pemutusan hubungan
kerja mempunyai kekuatan hukum tetap apabila tidak diajukan permohonan kasasi
kepada Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya 14 hari kerja, sejak
putusan dibacakan apabila para pihak hadir, dan sejak tanggal diterimanya
pemberitahuan putusan bagi pihak yang tidak hadir (vide pasal 110)
Upaya
hukum atas putusan Pengadilan Hubungan Industrial
Sebagaimana yang telah dibahas, maka upaya hukum atas
putusan perselisihan hubungan industrial adalah Kasasi dan perlawanan. Mengenai
upaya hukum Kasasi hanya terbatas pada perselisihan hak dan perselisihan
hubungan industrial (Vide : pasal 110, 114 dan 115), sedangkan mengenai upaya
hukum perlawanan diatur dalam dapat diajukan atas putusan sela dan penetapan
pengadilan hubungan industrial kecuali atas putusan sela dan atau penetapan yang
dimaksud dalam pasal 96 ayat 1 dan 2.