PENYELESAIAN GUGATAN SEDERHANA (SMALL CLAIMS COURT) DI INDONESIA
Seringkali
masyarakat pada umumnya takut untuk berurusan di Pengadilan dikarenakan
masyarakat umum menganggap berurusan di Pengadilan melalui prosedur yang
berbelit-belit memakan waktu yang lama dan biaya yang dibutuhkan cukup besar.
Atas permasalahan tersebut Mahkamah Agung RI pada tanggal 7 Agustus 2015 melakukan terobosan dengan menetapkan Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana (Perma 2/2015). Peraturan Mahkamah Agung tersebut dibuat dengan tujuan untuk mendukung asas
peradilan sederhana, cepat dan berbiaya ringan untuk membuka akses yang luas
bagi masyarakat untuk memperoleh keadilan.
Bentuk penyelesaian sengketa melalui gugatan sederhana atau Small Claims Court sudah diterapkan di banyak Negara, sebagai contoh di Inggris Raya dan di Amerika Serikat. Di Kota Nothern Ireland, Inggris raya salah satu syarat mengajukan gugatan sederhana adalah nominal gugatannya tidak boleh melebihi £3.000 (tiga ribu poundsterling)[1]. Di Kota New York, Amerika Serikat, syarat pengajuan gugatan sederhana adalah petitumnya tidak boleh melebihi $5.000 (lima ribu dollar amerika) dan tidak boleh menuntut lain selain pembayaran ganti rugi materiil, bahkan gugatan sederhana sering juga disebut “People court” karena dianggap berbiaya ringan dan sederhana penyelesaiannya[2].
Di Indonesia, melalui Perma 2/2015 disebutkan yang dimaksud Penyelesaian Gugatan Sederhana adalah tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata
dengan nilai gugatan materiil paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta
rupiah) yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktian yang sederhana (vide
: Pasal 1 butir 1 Perma 2/2015). Hal yang menjadi pembeda dalam penyelesaian
gugatan sederhana dengan gugatan biasa salah satunya adalah pada nominalnya, yaitu
di bawah 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).
Dalam Peraturan
Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan
Sederhana, disebutkan ruang lingkup dari gugatan sederhana adalah : cidera
janji (wanprestasi) dan atau perbuatan melawan hukum dengan nilai gugatan
materiil paling banyak dua juta rupiah (vide:pasal 3 ayat (1)). Sedangkan yang
tidak termasuk dalam ruang lingkup gugatan sederhana adalah: 1) perkara yang penyelesaian
sengketanya dilakukan melalui pengadilan khusus sebagaimana diatur di dalam
peraturan perundang-undangan; atau 2) sengketa hak atas tanah (vide: pasal
3 ayat (2)).
Persyaratan dalam mengajukan gugatan
sederhana diatur dalam pasal 4 Perma 2/2015 sebagai berikut :
(1) Para pihak
dalam gugatan sederhana terdiri dari penggugat dan tergugat yang masing-masing
tidak boleh lebih dari satu, kecuali memiliki kepentingan hukum yang sama.
(2) Terhadap
tergugat yang tidak diketahui tempat tinggalnya, tidak dapat diajukan gugatan
sederhana.
(3) Penggugat
dan tergugat dalam gugatan sederhana berdomisili di daerah hukum Pengadilan
yang sama.
(4) Penggugat
dan tergugat wajib menghadiri secara langsung setiap persidangan dengan atau
tanpa didampingi oleh kuasa hukum.
Tahapan-tahapan dalam persidangan sederhana
berbeda dengan persidangan perkara perdata biasa, yang membedakan diantaranya:
- Dalam perkara gugatan sederhana diperiksa
dan dipimpin oleh hakim tunggal dan waktunya dibatasi maksimal 25 hari, yang
dihitung sejak hari sidang pertama.
- Dalam tahapan perkara gugatan sederhana,
terdapat pemeriksaan pendahuluan, yang mana dalam tahap ini, hakim tunggal menilai
dan menentukan apakah gugatan yang diajukan termasuk dalam gugatan sederhana
atau tidak. Apabila tidak termasuk dalam gugatan sederhana, hakim mengeluarkan
penetapan yang menyatakan gugatan bukan gugatan sederhana. Terhadap penetapan
tersebut tidak ada upaya hukum. Sebaliknya apabila gugatan tersebut memenuhi
syarat sebagai gugatan sederhana maka hakim menetapkan hari sidang pertama.
- Dalam sidang pertama, hakim wajib mengupayakan
perdamaian, apabila tidak ada kesepakatan perdamaian pada sidang pertama,
persidangan dilanjutkan dengan pembacaan gugatan dan jawaban dari tergugat
setelah itu lanjut ke acara pembuktian. Hal mencolok yang membedakan antara
perkara gugatan sederhana dengan perkara perdata biasa adalah dalam acara
gugatan sederhana tidak mengenal eksepsi, rekonvensi, permohonan provisi,
replik, duplik dan atau kesimpulan.
- Setelah putusan diucapkan tidak ada
upaya hukum banding. Kasasi ataupun peninjauan kembali. Dalam pemeriksaan
gugatan sederhana upaya hukum yang dikenal adalah upaya hukum keberatan yang
diajukan paling lambat 7 hari setelah putusan dibacakan. Atas Putusan keberatan
tersebut tidak dapat dilakukan upaya hukum banding, kasasi ataupun peninjauan
kembali.
Dengan
demikian, terobosan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung RI ini diharapkan dapat membantu masyarakat dari seluruh lapisan untuk memperjuangkan hak-haknya.
[1] Nothern Ireland Courts and
Tribunal Services, “Small Guide to Smart
Claims”,
[2] Jonathan Lippman, dkk, “Your Guide to Smart Claims & Commercial
Small Claims in New York City, Nassau County Suffolk County”, Access to
Justice New York City Courts, New York, USA, 2010, h.1
[3] Henry P. Panggabean. Fungsi
Mahkamah Agung dalam Praktik Sehari-Hari. Jakarta: Sinar Harapan, 2001, h.144