Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Yang dimaksud hubungan industrial adalahSuatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur Pengusaha, pekerja / buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” (vide : pasal 1 angka 16 UU No. 13 Tahun 2003). Definisi demikian menggambarkan bahwaq pelaksanaan hubungan kerja antara Pengusaha, Pekerja dan Pemerintah harus didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

Sedangkan Perselisihan Hubungan Industrial adalahPerbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja / buruh atau serikat pekerja / serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan mengenai kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antarserikat pekerja atau serikat buruh hanya dalam suatu perusahaan” (vide : pasal 1 angka 1 UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial)

Jenis Perselisihan Hubungan Industrial terdapat dalam pasal 2 UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial meliputi :
a.    Perselisihan Hak, yaitu “Perselisihan hak adalah perselisihan mengenai hak normatif yang sudah ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan
b.    Perselisihan kepentingan, dalam hal ini, perselisihan yang timbul akibat tidak adanya kesepakatan mengenai pembuatan dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Perjanjian Kerja Bersama, dan Peraturan Perusahaan ;
c.    Perselisihan pemutusan hubungan kerja, dalam hal ini, perselisihan yang timbul akibat tidak adanya kesesuaian menhenai PHK yang dilakukan salah satu pihak ; dan
d.    Perselisihan antarserikat pekerja / serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, dalam hal ini perselisihan antara Serikat Pekerja / Serikat Buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban Serikat Pekerja.

Tata Cara Penyelesaian Hubungan Industrial

A.   Penyelesaian di Luar Pengadilan

1.      Penyelesaian Bipartit

Penyelesaian melalui perundingan Bipartit wajib diupayakan jika ada perselisihan hubungan industrial. Perundingan Bipartit adalah perundingan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja / serikat buruh atau antara serikat pekerja / serikat buruh dan serikat pekerja / serikat buruh yang lain dalam satu perusahaan yang berselisih. Perundingan Bipartit adalah perundingan secara musyawarah untuk mencapai mufakat (vide : pasal 3 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2004).

Penyelesaian melalui perundingan Bipartit harus diselesaikan paling lama 30 hari kerja sejak perundingan dilaksanakan. Apabila perundingan bipartit mencapai kesepakatan maka para pihak wajib membuat Perjanjian Bersama dan didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial. Setelah didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial maka para pihak mendapat Akta Bukti Pendaftaran Perjanjian Bersama yang merupakan bagian dari Perjanjian Kesepakatan Bersama, hal itu sebagai alat bagi pihak yang dirugikan untuk dapat mengajukan permohonan penetapan eksekusi. Jika dalam waktu 30 hari kerja tersebut tidak ada kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding maka perundingan bipartit dianggap gagal. Apabila perundingan bipartit gagal maka salah satu pihak atau kedua belah pihak mencatatkan hasil perselisihannya ke Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya perundingan bipartit telah dilakukan untuk meminta upaya penyelesaian. Setelah menerima berkas dari para pihak, Disnaker menawarkan opsi penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase. Apabila dalam 7 hari para pihak tidak menetapkan pilihannya maka penyelesaian perselisihan diserahkan pada mediator.

2.    Penyelesaian melalui Konsiliasi

Jenis Perselisihan yang dapat diselesaikan melalui konsiliasi antara lain : untuk perselisihan kepentingan, perselisihan PHK atau perselisihan antar serikat pekerja / serikat buruh dalam satu perusahaan (vide pasal 18 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2004). Konsiliasi hanya dapat dilakukan oleh konsiliator yang wilayah kerjanya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja. Penyelesaian konsiliasi dilakukan melalui seorang atau beberapa orang atau badan yang disebut sebagai konsiliator, yang menengahi pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihannya secara damai, sertab aktif memberikan solusi penyelesaian masalah (vide : pasal 1 angka 14). Konsiliasi berjalan dengan tahap-tahap sebagai berikut :
a.    Konsiliator menjalankan tugasnya setelah para pihak mengajukan permintaan secara tertulis kepada konsiliator yang ditunjuk dan disepakati oleh para pihak yang berselisih (vide : pasal 18 ayat (2).
b.    Dalam jangka waktu paling lambat 7 hari setelah menerima permintaan penyelesaian perselisihan secara tertulis, konsiliator harus mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan selambat-lambatnya pada hari kedelapan harus sudah dilakukan sidang konsiliasi pertama (vide : pasal 20).
c.    Konsiliator dapat memanggil saksi guna didengarkan keterangannya (vide : Pasal 21 ayat (1))
d.    Apabila Para Pihak mencapai kesepakatan, maka dibuatlah perjanjian bersama yang disaksikan oleh Konsiliator lalu didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan perjanjian bersama (vide : Pasal 23 ayat (1)). Pendaftaran untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. Bukti pendaftaran tersebut dapat digunakan untuk mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah perjanjian bersama didaftarkan untuk mendapatkan penetapan eksekusi (vide : Pasal 23 ayat 3 huruf b)
e.    Apabila tidak terjadi kesepakatan penyelesaian melalui konsiliasi (vide : pasal 23 ayat 2), maka :
a.    Konsiliasi mengeluarkan anjuran tertulis ;
b.    Anjuran tertulis tersebut selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak menerima anjuran tersebut sudah harus memberikan jawaban kepada konsiliator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran yang dibuatnya konsiliator.
c.    Jika para pihak tidak memberikan pendapatnya, mereka dianggap menolak anjuran yang dibuat konsiliator.
d.    Jika anjuran tertulis disetujui, dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sejak anjuran disetujui, konsiliator harus sudah selesai membantu para pihak membuat perjanjian bersama untuk kemudian didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan perjanjian bersama untuk mendapatkan bukti pendaftaran.
e.    Jika anjuran tertulis yang dibuat oleh konsiliator ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka salah satu pihak atau para pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Negeri setempat (vide : pasal 24).
f.     Konsiliator harus menyelesaikan tugasnya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak menerima permintaan penyelesaian perselisihan (vide : pasal 25).  

3.    Penyelesaian Arbitrase

Arbitrase Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut arbitrase adalah Penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final (vide : Pasal 1 angka 15). Hal ini berbeda dengan pengertian Arbitrase pada umumnya yang diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999, yang menyebutkan dalam pasal 1 angka 1 sebagai berikut “Arbitrase adalah cara penyelesaian perkara perdata di luar peradilan umum yang didasarkan serta suatu perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa”. Dengan pengertian yang berbeda tersebut maka berlaku asas lex specialis derogat legi generali, sehingga yang berlaku dalam penyelesaian hubungan industrial adalah arbitrase yang diatur dalam Undang-undang No. 02 Tahun 2004 karena lebih khusus mengatur mengenai arbitrase dalam penyelesaian hubungan industrial.

Proses Arbitrase dibantu oleh seorang arbiter hubungan industrial, arbiter hubungan industrial adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang berselisih dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja untuk memberikan putusan mengenai perselisihan kepentingan, dan perselisihan antarserikat / serikat buruh hanya dalam satu perusahaan yang diserahkan penyelesaian melalui arbitrase yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final (vide : Pasal 1 angka 16)

Tahap-tahap penyelesaian hubungan industrial melalui arbitrase adalah :
1.    Penyelesaian gubunagn industrial melalui arbitrase dimulai sejak para pihak sepakat memilih arbitrase sebagai upaya penyelesaian dengan dituangkan dalam perjanjian arbitrase (vide : pasal 32 ayat 1 dan 2)
2.    Setelah menandatangani perjanjian arbitrase, para pihak berhak untuk memilih arbiter dari daftar arbiter yang ditetapkan Menteri Tenaga Kerja. Para pihak dapat menunjuk arbiter tunggal atau beberapa arbiter dalam jumlah ganjil yaitu 3 orang, penunjukan tersebut dilakukan secara tertulis (vide : pasal 33)
3.    Arbiter wajib menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari sejak ditandatanganinya perjanjian penunjukan arbiter (pasal 40 ayat 1)
4.    Arbitrase hubungan industrial dilakukan secara tertutup, kecuali para pihak menghendaki lain (vide : pasal 41)
5.    Para pihak dalam sidang arbitrase dapat diwakili oleh kuasanya dengan surat kuasa khusus (vide : pasal 42)
6.    Apabila para pihak tidak hadir dalam sidang arbitrase tanpa alasan yang sah, maka saat itu juga arbiter dapat membatalkan perjanjian penunjukan arbiter dan tugas arbiter saat itu juga telah selesai (vide : pasal 43 ayat 1)
7.    Apabila salah satu pihak atau kuasanya tidak hadir tanpa alasan yang tidak sah walaupun telah dipanggil secara patut, arbiter dapat memeriksa perkara dan menjatuhkan putusan tanpa kehadiran salah satu pihak atau kuasanya (vide : pasal 43 ayat 2)
8.    Penyelesaian melalui arbitrase harus diawali dengan upaya mendamaikan para pihak (vide : pasal 44 ayat 1)
9.    Apabila terjadi perdamaian, arbiter wajib membuat akta perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak dan arbiter, kemudian akta perdamaian tersebut didaftarkan ke Pengadilan Negeri di wilayah hukum arbiter untuk mengadakan perdamaian (vide pasal 44 ayat 2 dan 3). Setelah didaftarkan para pihak diberikan akta bukti pendaftaran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari akta perdamaian. Apabila akwa perdamaian tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri tempat akta perdamaian tersebut didaftarkan.
10. Apabila upaya perdamaian gagal, arbiter meneruskan sidang arbitrase (vide : pasal 44 ayat 5)
11. Dalam sidang arbitrase, para pihak diberikan kesempatan untuk menjelaskan secara tertulis atau lisan pendirian masing-masing dan mengajukan bukti yang dianggap perlu untuk menguatkan pendiriannya dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh arbiter (vide : pasal 45 ayat 1)
12. Arbiter berhak meminta kepada para pihak untuk meminta penjelasan tambahan secara tertulis, dokumen atau bukti lainnya yang dianggap perlu dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh arbiter atau majelis arbiter (vide : pasal 45 ayat 2)
13.  Arbiter dapat memanggil seorang atau lebih saksi atau saksi ahli untuk dedengar keterangannya (vide pasal 46 ayat 1)
14. Kegiatan dalam sidang arbitrase ditulis dalam berita cara oleh arbiter (vide pasal 48)
15. Putusan arbitrase mempunyai kekuatan hukum mengikat para pihak dan merupakan putusan yang bersifat akhir atau tetap / final and binding (vide : pasal 51 ayat 1
16. Putusan arbitrase harus dilaksanakan selambat-lambatnya 14 hari sejak ditetapkan (vide : pasal 50 ayat 4)
17. Putusan arbitrase didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum arbiter menetapkan putusan (vide : pasal 51 ayat 2)
18. Apabila putusan arbitrase tersebut tidak dilaksanakan, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan pihak terhadap siap putusan itu harus dijalankan agar putusan diperintahkan untuk dijalankan (vide : pasal 51 ayat 3) 
19. Putusan arbitrase dapat diajukan Kasasi ke Mahkamah Agung dalam waktu selambat- lambatnya 30 hari kerja sejak ditetapkannya putusan arbitrase apabila mengandung unsur-unsur sebagai berikut (Pasal 52 ayat 1) :
1.    Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan. Diakui dan dinyatakan palsu
2.    Setelah putusan diambil dan ditemukan dokumen yang bersifat menetukan, yang disembunyikan pihak lawan
3.    Keputusan diambil dari tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan perselisihan
4.    Putusan melampaui kekuasaan arbiter hubungan industrial
5.    Putusan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
20. Dalam hal permohonan tersebut dikabulkan, Mahmah Agung menetapkan akibat dari pembatalan baik seluruhnya atau sebagian putusan arbitrase (vide : pasal 52 ayat 2) ;
21. Perselisihan hubungan industrial yang telah diselesaikan melalui arbitrase tidak dapat diajukan kembali ke Pengadilan Hubungan Industrial (vide : pasal 53)
  
4.    Penyelesaian melalui Mediasi

Mediasi hubungan industrial adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral (vide : pasal 1 angka 1). Mediator hubungan industrial adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan yang memnuhi syarat – syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh Menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyaim kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan perselisihan antar serikat pekerja / serikat buruh hanya dalam satu perusahaan (vide : pasal 1 angka 12).

Penyelesaian melalui mediasi dimulai apabila perundingan bipartit gagal, dan  dalam 7 hari para pihak tidak menetapkan pilihannya apakah akan menyelesaikan perselisihannya melalui konsiliasi ataupun arbitrase sebagaimana yang dianjurkan dalam pasal 4 ayat 3 maka penyelesaian perselisihan diserahkan pada mediator (vide pasal 4 ayat 4)

Tahap penyelesaian melalui mediasi adalah sebagai berikut :
1.    Mediator harus menyelesaikan tugasnya selambat-lambatnya 30 hari sejak menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan.
2.    Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan, mediator harus sudah mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan segera mengadakan sidang mediasi (vide : pasal 10)
3.    Mediator dapat memanggil saksi atau saksi ahli guna didengar keterangannya (pasal 11 ayat 1)
4.    Apabila mediasi mencapai kesepakatan, maka harus dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator serta didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan perjanjian bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran
5.    Apabila tidak tercapai kesepakatan, maka :
a.    Mediator mengeluarkan anjuran tertulis
b.    Selambat-lambatnya 10 hari sejak menerima anjuran tersebut para pihak sudah harus memberikan jawaban kepada mediator apakah menyetujui atau tidak menolak anjuran yang dibuat mediator.
c.    Jika para pihak tidak memberikan pendapatnya mereka dianggap menolak anjuran tertulis
d.    Apabila anjuran tertulis disetujui, maka dalam waktu 3 hari sejak disetujui, mediator harus sudah selesai membantu para pihak membuat perjanjian bersama untuk didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan perjanjian bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran
e.    Ababila perjanjian tertulis ditolak oleh salah satu pihak maka salah satu pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat


B.   Penyelesaian melalui Pengadilan Hubungan Industrial

Kompetensi absolut pengadilan hubungan industrial diatur dalam pasal 56 Undang-undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial adalah bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus :
1.    Ditingkat pertama mengenai perselisihan hak
2.    Ditingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan
3.    Ditingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja
4.    Ditingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan

Kompetensi relatif pengadilan hubungan industrial diatur dalam pasal 59 Undang-undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yaitu :
Ayat 1
Untuk pertama kali dengan undang-undang ini dibentuk Pengadilan Hubungan Industrial pada setiap Pengadilan Negara Kabupaten/Kota yang berada di setiap ibukota provinsi yang daerah hukumnya meliputi provinsi yang bersangkutan
Ayat 2
Di Kabupaten/Kota terutama yang padat industri, dengan keputusan presiden harus segera dibentuk Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.

Hakim Pengadilan Hubungan Industrial terdiri dari Hakim Negeri yang berasal dari pengadilan negeri yang bersangkutan dan hakim adhoc yang diangkat oleh Keputusan Presiden atas usul Mahkamah Agung yang berasal dari latar belakang serikat pekerja dan yang berasal dari latar belakang pengusaha.

Proses pemeriksaan di pengadilan industrial meliputi :
1.    Pengajuan gugatan
a.    Gugatan diajukan pada Pengadilan Hubungan Industrial pada  Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja (vide : pasal 81)
b.    Gugatan oleh pekerja / buruh atas pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 159 dan pasal 171 Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dapat diajukan hanya dalam waktu 1 tahun sejak diterimanya atau diberitahukannya keputusan dari pihak pengusaha (vide : pasal 82)
c.    Hakim wajib mengembalikan gugatan yang tidak dilampiri penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi, dan jika gugatan dipandang masih ada kekurangan dikembalikan kepada Penggugat untuk disempurnakan (vide : pasal 83 ayat 1 dan 2)
d.    Gugatan yang melibatkan lebih dari satu penggugat dapat diajukan secara kolektif dengan memberikan kuasa khusus (vide : Pasal 84)
e.    Penggugat dapat sewaktu-waktu mencabut gugatanya sebelum tergugat sudah memberikan jawabannya, dan apabila tergugat sudah memberikan jawabannya, maka pencabutan dikabulkan jika disetujui oleh Tergugat (vide : Pasal 85 ayat 1 dan 2)
f.     Dalam hal perselisihan hak dan atau perselisihan kepentingan diikuti dengan perselisihan pemutusan hubungan kerja, maka pengadilan hubungan industrial wajib memutus terlebih dahulu perkara perselisihan dan atau perselisihan kepentingan (vide : pasal 86)
g.    Serikat pekerja / serikat buruh dan organisasi pengusaha dapat bertimdak sebagai kuasa hukum untuk bebicara di pengadilan hubungan industrial untuk mewakili anggotanya (vide : pasal 87)
h.    Ketua Pengadilan Negeri dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah menerima gugatan harus sudah menetapkan majelis hakim, yang terdiri atas 1 orang hakim sebagai ketua majelis dan 2 orang hakim ad – hoc sebagai anggota majelis yang memeriksa dan memutus perselisihan, yang pengangkatannya masing-masing diusulkan oleh serikat pekerja / serikat buruh dan organisasi pengusaha, termasuk menunjuk panitera pengganti (vide : pasal 88 ayat 1, 2 dan 3)
  
2.    Acara Biasa (vide : pasal 89-87)
a.    Selambat-lambatnya dalam waktu 7 hari kerja sejak penetapan majelis hakim, ketua majelis harus sudah melakukan sidang pertama (pasal 89 ayat 1)
b.    Pemanggilan untuk datang ke persidangan dilakukan secara sah apabila disampaikan dengan surat panggilan kepada para pihak dialamat tempat tinggalnya atau ditempat tinggal terakhirnya apabila tempat tinggalnya tidak diketahui (vide : pasal 89 ayat 2)
c.    Majelis Hakim dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk hadir di persidangan guna diminta atau didengar keterangannya (vide : pasal 90 ayat 1)
d.    Apabila salah satu pihak atau para pihak tidak dapat menghadiri sidang tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, ketua majelis hakim menetapkan hari sidang berikutnya selambat-lambatnya 7 hari kerja terhitung sejak tanggal penundaan untuk sebanyak-banyaknya 2 kali penundaan (vide : pasal 93 ayat 1, 2 dan 3)
e.    Apabila penggugat atau kuasanya yang telah dipanggil secara sah tidak hadir dalam sidang penundaan terakhir, maka gugatannya dianggap gugur, tetapi penggugat berhak mengajukan gugatannya sekali lagi (vide : pasal 94 ayat 1)
f.     Apabila Tergugat atau kuasanya yang telah dipanggil secara sah tidak hadir dalam sidang penundaan terakhir, maka majelis hakim dapat memeriksa dan memutus perselisihan tanpa dihadiri tergugat (pasal 94 ayat 2)
g.    Sidang majelis hakim terbuka untuk umum, kecuali majelis hakim menetapkan lain (pasal 95 ayat 1)
h.    Apabila dalam persidangan pertama pihak pengusaha secara nyata terbukti tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 155 ayat 3 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, hakim ketua sidang harus segera menjatuhkan putusan saja, berupa perintah kepada pengusaha untuk membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja / buruh yang bersangkutan (vide : pasal 96 ayat 1)
i.      Selama pemeriksaan sengketa masih berlangsung dan putusan selanjutnya juga tidak dilaksanakan oleh pengusaha, hakim ketua sidang memerintahkan sita jaminan alam sebuah penetapan pengadilan hubungan industrial (vide : pasal 96 ayat 3)
j.      Terhadap putusan sela dan penetapan tidak dapat diajukan perlawanan dan atau tidak dapat digunakan upaya hukum (vide :pasal 96 ayat 4)
k.    Isi putusan pengadilan hubungan industrial menetapkan kewajiban yang harus dilakukan dan atau hak yang harus diterima oleh para pihak atau salah satu pihak atas tiap penyelesaian perselisihan hubungan industrial (vide : pasal 97)

3.    Acara Cepat (vide : pasal 98-99)
a.    Apabila terdapat kepentingan para pihak dan atau salah satu pihak yang mendesak yang harus disimpulkan dari alasan-alasan permohonan dari yang berkepentingan para pihak dan atau salah satu pihak dapat memohon kepada Pengadilan Hubungan Industrial supaya pemeriksaan sengketa dipercepat (vide : pasal 98 ayat 1).
b.    Dalam jangka waktu 7 hari kerja setelah diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan tentang dikabulkannya atau tidak dikabulkannya permohonan tersebut (vide : pasal 98 ayat 2).
c.    Terhadap penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak digunakan upaya hukum (vide pasal 98 ayat 3)
d.    Apabila permohonan dikabulkan, Ketua Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 7 hari kerja setelah dikeluarkannya penetapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 98 ayat 2 menentukan majelis hakim, hari, tempat dan waktu sidang  tanpa melalui prosedur pemeriksaan (pasal 99 ayat 1)
e.    Tenggang waktu untuk jawaban dan pembuktian kedua belah pihak, masing-masing ditentukan tidak melebihi 14 hari kerja

4.    Pengambilan Putusan
a.    Putusan dibacakan oleh majelis hakim dalam sidang terbuka untuk umum (vide : pasal 101 ayat 1)
b.    Majelis hakim wajib memberikan putusan penyelesaian perselisihan hubungan industrial selambat-lambatnya 50 hari kerja, terhitung sejak sidang pertama (vide : pasal 103)
c.    Ketua majelis hakim pengadilan hubungan industrial dapat mengeluarkan putusan yang dapat dilaksanakan lebih dahulu, meskipun putusannya diajukan perlawanan atau kasasi (vide : pasal 108)
d.  Putusan pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri mengenai kepentingan dan perselisihan antar pekerja/serikat pekerja buruh dalam satu perusahaan merupakan putusan akhir dan bersifat tetap (vide :pasal 109)
e.    Putusan pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri mengenai perselisihan hak dan pemutusan hubungan kerja mempunyai kekuatan hukum tetap apabila tidak diajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya 14 hari kerja, sejak putusan dibacakan apabila para pihak hadir, dan sejak tanggal diterimanya pemberitahuan putusan bagi pihak yang tidak hadir (vide pasal 110)

Upaya hukum atas putusan Pengadilan Hubungan Industrial

Sebagaimana yang telah dibahas, maka upaya hukum atas putusan perselisihan hubungan industrial adalah Kasasi dan perlawanan. Mengenai upaya hukum Kasasi hanya terbatas pada perselisihan hak dan perselisihan hubungan industrial (Vide : pasal 110, 114 dan 115), sedangkan mengenai upaya hukum perlawanan diatur dalam dapat diajukan atas putusan sela dan penetapan pengadilan hubungan industrial kecuali atas putusan sela dan atau penetapan yang dimaksud dalam pasal 96 ayat 1 dan 2.